Ke Salzburg bareng Manda dan Dedes, transportasi yang kami pilih kereta murah Munich-Salzburg PP. Tiket kereta ini, buat maksimal 5 orang, cuma 25 euro atau 300 ribu rupiah! Murah banget buat ukuran Eropa, apalagi Jerman dan Austria yang standar hidupnya termasuk mahal. Karena kami cuma bertiga, ya 25 euro dibagi 3. Sebenarnya bisa dibagi 4 kalau Wolf mau ikut. Tapi ia menolak mentah-mentah, "Three girls speaking Indonesian, no, thanks!"
Ya sudah, kami bertolak ke Salzburg naik kereta murah berwarna merah itu. Duh, mentang-mentang julukannya kereta murah, peronnya jauuuuuh di belakang peron kereta lain. Perlu jalan sekitar 200 meteran buat sampai ke situ. Sudah begitu, badan gerbongnya, walau bersih, kalah modern dibanding kereta sejawatnya. Tambahan lagi, waktu tempuhnya ke Salzburg lebih lama. Kereta biasa cuma perlu waktu paling lama 1,5 jam, si murah ini 2 jam. Ya itulah risikonya pakai barang murah.
Tapi barang murah ini sangat memadai buat saya. Tak soal agak lambat jalannya atau ketinggalan zaman. Bangku penumpangnya dengan jok kulit imitasi nyaman buat 2 jam perjalanan. Apalagi Senin pagi itu banyak bangku kosong - Manda saja sampai bisa tidur-tiduran. Dan yang mengejutkan, toiletnya! Maksud saya, kereta sejenis - yang juga rada ketinggalan zaman buat taraf Eropa - di Italia saja toiletnya buruk. Boro-boro ada tisu, toiletnya meski lega, agak kotor dan bukan berupa flush toilet. Makanya dalam perjalanan Roma-Munich, saya irit minum biar tak usah ke toilet. Tapi toilet kereta murah Munich-Salzburg ini, sungguh mengesankan saya. Kendati tak sebesar toilet kereta Italia, flush toilet yang sangat bersih, plus bak air permanen dan tisu lagi!
Sepanjang jalan, yang kami lakukan, tentu saja bergosip. Gosip paling hot, siapa lagi kalau bukan si.... ada deh. Saking hot-nya, saya tak sadar berbicara kencang-kencang. Manda spontan menceletuk,"Ka, lo ngomongnya kekencengan tuh!" Iya, saya lupa kalau orang Jerman tenang kalau naik kendaraan umum, entah kereta atau metro, eh, s-bahn dan u-bahn. Tapi bukannya diam, saya membalas, "Biar aja deh Man, kapan lagi mereka denger suara gue, kan minggu depan gue udah pulang!"
Ya sudah, kami bertolak ke Salzburg naik kereta murah berwarna merah itu. Duh, mentang-mentang julukannya kereta murah, peronnya jauuuuuh di belakang peron kereta lain. Perlu jalan sekitar 200 meteran buat sampai ke situ. Sudah begitu, badan gerbongnya, walau bersih, kalah modern dibanding kereta sejawatnya. Tambahan lagi, waktu tempuhnya ke Salzburg lebih lama. Kereta biasa cuma perlu waktu paling lama 1,5 jam, si murah ini 2 jam. Ya itulah risikonya pakai barang murah.
Tapi barang murah ini sangat memadai buat saya. Tak soal agak lambat jalannya atau ketinggalan zaman. Bangku penumpangnya dengan jok kulit imitasi nyaman buat 2 jam perjalanan. Apalagi Senin pagi itu banyak bangku kosong - Manda saja sampai bisa tidur-tiduran. Dan yang mengejutkan, toiletnya! Maksud saya, kereta sejenis - yang juga rada ketinggalan zaman buat taraf Eropa - di Italia saja toiletnya buruk. Boro-boro ada tisu, toiletnya meski lega, agak kotor dan bukan berupa flush toilet. Makanya dalam perjalanan Roma-Munich, saya irit minum biar tak usah ke toilet. Tapi toilet kereta murah Munich-Salzburg ini, sungguh mengesankan saya. Kendati tak sebesar toilet kereta Italia, flush toilet yang sangat bersih, plus bak air permanen dan tisu lagi!
Sepanjang jalan, yang kami lakukan, tentu saja bergosip. Gosip paling hot, siapa lagi kalau bukan si.... ada deh. Saking hot-nya, saya tak sadar berbicara kencang-kencang. Manda spontan menceletuk,"Ka, lo ngomongnya kekencengan tuh!" Iya, saya lupa kalau orang Jerman tenang kalau naik kendaraan umum, entah kereta atau metro, eh, s-bahn dan u-bahn. Tapi bukannya diam, saya membalas, "Biar aja deh Man, kapan lagi mereka denger suara gue, kan minggu depan gue udah pulang!"
No comments:
Post a Comment